Tampilkan postingan dengan label pengangkatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengangkatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Agustus 2011

Batas Waktu Pengangkatan Khalifah

Batas waktu yang diberikan kepada kaum Muslim untuk
mengangkat khalifah adalah tiga hari dengan tiga malamnya.
Seorang Muslim tidak boleh melewati tiga malam sedangkan di
pundaknya tidak terdapat baiat kepada Khalifah. Adapun
penetapan batas waktu tertinggi tiga hari karena mengangkat
Khalifah adalah wajib sejak Khalifah sebelumnya meninggal dunia
atau dipecat. Hanya saja, kaum Muslim boleh menunda
pengangkatan itu selama tiga hari dengan tiga malamnya sambil
tetap berusaha mewujudkannya. Jika setelah lebih dari tiga
malam kaum Muslim belum juga berhasil mengangkat khalifah,
maka harus diperhatikan. Jika kaum Muslim tetap sibuk berusaha
mengangkat seorang khalifah, namun ternyata mereka belum
mampu mewujudkannya selama tiga malam disebabkan oleh
hal-hal yang memaksa, yang berada di luar kemampuan mereka,
maka dosa telah gugur dari diri mereka. Sebab, mereka telah
sibuk berusaha melaksanakan kewajiban tersebut dan karena
keterpaksaan yang memaksa penundaan itu. Ibn Hibban dan
Ibn Majah telah menuturkan riwayat dari Ibn Abbas yang
mengatakan, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

Sesungguhnya Allah telah mengabaikan (mengampuni dosa) dari umatku kesalahan (yang tidak disengaja), kelupaan, dan keterpaksaan. (HR Ibn Hibban dan Ibn Majah).

Rabu, 17 Agustus 2011

Prosedur Praktis Pengangkatan dan Pembaiatan Khalifah

Sesungguhnya prosedur praktis yang bisa menyempurnakan
pengangkatan Khalifah sebelum dibaiat boleh
menggunakan bentuk yang berbeda-beda. Prosedur ini
sebagaimana yang pernah terjadi secara langsung pada Khulafaur
Rasyidin yang datang pasca wafatnya Rasulullah saw. Mereka
adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali ra. Seluruh Sahabat
mendiamkan dan menyetujui tatacara itu. Padahal tatacara itu
termasuk perkara yang harus diingkari seandainya bertentangan
dengan syariah. Sebab, perkara tersebut berkaitan dengan
perkara terpenting yang menjadi sandaran keutuhan insitusi kaum
Muslim dan kelestarian pemerintahan yang melaksanakan hukum
Islam. Dari penelitian terhadap peristiwa yang terjadi dalam
pengangkatan keempat Khalifah itu, kami mendapati bahwa
sebagian kaum Muslim telah berdiskusi di Saqifah Bani Saidah.
Mereka yang dicalonkan adalah Saad, Abu Ubaidah, Umar, dan
Abu Bakar. Hanya saja, Umar bin al-Khaththab dan Abu Ubaidah
tidak rela menjadi pesaing Abu Bakar sehingga seakan-akan
pencalonan itu hanya terjadi di antara Abu Bakar dan Saad bin
Ubadah saja, bukan yang lain. Dari hasil diskusi itu dibaiatlah
Abu Bakar.

Kemudian pada hari kedua, kaum Muslim diundang
ke Masjid Nabawi, lalu mereka membaiat Abu Bakar di sana.
Dengan demikian, baiat di Saqifah adalah baiat in‘iqâd. Dengan
itulah Abu Bakar menjadi khalifah kaum Muslim. Sementara itu,
baiat di Masjid pada hari kedua merupakan baiat taat.
Ketika Abu Bakar merasa bahwa sakitnya akan
mengantarkannya pada kematian, dan khususnya karena
pasukan kaum Muslim sedang berada di medan perang melawan
negara besar kala itu, Persia dan Romawi, maka Abu Bakar
memanggil kaum Muslim untuk meminta pendapat mereka
mengenai siapa yang akan menjadi khalifah kaum Muslim
sepeninggalnya. Proses pengumpulan pendapat itu berlangsung
selama tiga bulan. Ketika Abu Bakar telah selesai meminta
pendapat kaum Muslim dan ia akhirnya mengetahui pendapat
mayoritas kaum Muslim, maka Abu Bakar menunjuk Umar—
yakni mencalonkannya, sesuai dengan bahasa sekarang—agar
Umar menjadi khalifah setelahnya. Penunjukkan atau pencalonan
itu bukanlah merupakan akad pengangkatan Umar sebagai
khalifah setelah Abu Bakar. Sebab, setelah wafatnya Abu Bakar,
kaum Muslim datang ke masjid dan tetap membaiat Umar untuk
memangku jabatan kekhilafahan. Artinya, dengan baiat inilah
Umar sah menjadi khalifah kaum Muslim; bukan dengan proses
pengumpulan pendapat kaum Muslim, juga bukan dengan proses
penunjukkan oleh Abu Bakar. Seandainya pencalonan oleh Abu
Bakar merupakan akad Kekhilafahan kepada Umar tentu tidak
lagi diperlukan baiat kaum Muslim. Apalagi terdapat nash-nash
yang telah kami sebutkan sebelumnya, yang menunjukkan secara
jelas bahwa seseorang tidak akan menjadi khalifah kecuali melalui
baiat kaum Muslim.

Metode Pengangkatan Khalifah

Ketika syariah mewajibkan umat Islam untuk mengangkat
seorang khalifah bagi mereka, syariah juga telah menentukan
metode pengangkatan yang harus dilaksanakan untuk
mengangkat khalifah. Metode ini ditetapkan dengan al-Kitab, as-
Sunnah, dan Ijmak Sahabat. Metode itu adalah baiat. Dengan
demikian, pengangkatan khalifah itu dilakukan dengan baiat
kaum Muslim kepadanya untuk (memerintah) berdasarkan
Kitabullah dan Sunah Rasulullah. Yang dimaksud kaum Muslim
di sini adalah kaum Muslim yang menjadi rakyat Khalifah
sebelumnya, jika Khalifah sebelumnya itu ada, atau kaum Muslim
penduduk suatu wilayah yang di situ hendak diangkat seorang
khalifah, jika sebelumnya tidak ada Khalifah.
Kedudukan baiat sebagai metode pengangkatan Khalifah
telah ditetapkan berdasarkan baiat kaum Muslim kepada
Rasulullah saw. dan berdasarkan perintah Beliau kepada kita
untuk membaiat seorang imam/khalifah. Baiat kaum Muslim
kepada Rasul saw. sesungguhnya bukanlah baiat atas kenabian,
melainkan baiat atas pemerintahan. Sebab, baiat itu adalah baiat
atas amal, bukan baiat untuk membenarkan kenabian. Beliau
dibaiat tidak lain dalam kapasitasnya sebagai penguasa, bukan
dalam kapasitasnya sebagai nabi dan rasul. Sebab, pengakuan
atas kenabian dan kerasulan adalah masalah iman, bukan
masalah baiat. Dengan demikian, baiat kaum Muslim kepada
Beliau itu tidak lain adalah baiat dalam kapasitas Beliau sebagai
kepala negara.

Masalah baiat itu telah tercantum dalam al-Quran dan al-
Hadits. Allah SWT telah berfirman: