Rabu, 17 Agustus 2011

KHALIFAH


Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukumhukum syariah. Hal itu karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan sebagai milik umat. Untuk itu diangkatlah seseorang yang melaksanakan pemerintahan sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan seluruh hukum syariah. Sesungguhnya Khalifah itu diangkat oleh kaum Muslim. Karena itu, realitasnya Khalifah adalah wakil umat dalam  menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan  penerapan hukum-hukum syariah. Jadi, seseorang itu tidak menjadi khalifah kecuali jika umat membaiatnya. Baiat umat kepada Khalifah untuk menduduki jabatan Khilafah telah menjadikannya sebagai pihak yang mewakili umat. Penyerahan jabatan Kekhilafahan kepada Khalifah dengan baiat itu telah memberinya kekuasaan dan menjadikan umat wajib menaatinya. Orang yang memegang urusan kaum Muslim tidak
menjadi seorang khalifah kecuali jika dibaiat oleh Ahl al-Halli wa al-‘Aqdi yang ada di tengah-tengah umat dengan baiat in‘iqâd yang sesuai dengan syariah. Baiat dilaksanakan atas dasar keridhaan dan pilihan bebas, dan ia harus memenuhi seluruh syarat in‘iqâd (legal) Khilafah, juga hendaknya setelah terjadinya akad Khilafah itu ia langsung melaksanakan penerapan hukum-hukum syariah.


Gelar

Adapun gelar yang digunakan untuk menyebut kepala
pemerintahan Islam adalah gelar Khalîfah, atau Imâm, atau Amîr
al-Mu’minîn. Gelar-gelar ini telah dinyatakan dalam hadis-hadis
sahih dan Ijmak Sahabat sebagaimana Khulafaur Rasyidin
digelari dengan gelar-gelar tersebut. Abu Said al-Khudri telah
menuturkan riwayat dari Rasul saw., bahwa Beliau pernah
bersabda:

Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir
dari keduanya . (HR Muslim).


Abdullah bin Amr bin al-‘Ash juga pernah mendengar Rasul
saw. bersabda:

Siapa saja yang telah membaiat seorang imam, lalu ia telah
memberi kepadanya genggaman tangannya dan buah hatinya,
maka hendaklah ia menaatinya …. (HR Muslim).


Auf bin Malik juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
pernah bersabda:

Sebaik-baik imam (pemimpin) kalian adalah yang kalian cintai
dan mereka pun mencintai kalian serta yang senantiasa kalian
doakan dan mereka pun selalu mendoakan kalian. (HR
Muslim).


Di dalam hadis-hadis tersebut disebutkan gelar penguasa
yang melaksanakan hukum-hukum syariah dalam Islam, yaitu
Khalifah atau Imam.

Adapun gelar Amirul Mukminin (Amîr al-Mu’minîn) maka
yang paling sahih berkaitan dengan gelar ini adalah hadis
penuturan Ibn Syihab az-Zuhri yang diriwayatkan oleh al-Hakim
dalam Al-Mustadrak, yang disahihkan oleh adz-Dzahabi dan
dikeluarkan oleh ath-Thabrani. Tentang hadis ini, al-Haitsami
mengatakan bahwa para perawinya adalah para perawi sahih.
Ungkapan hadis itu menurut al-Hakim adalah: Ibn Syihab
menuturkan bahwa Umar bin Abd al-Aziz pernah bertanya
kepada Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Khatsmah. Tertulis:
Dari Khalifah Rasulullah saw., pada masa Abu Bakar ra.;
kemudian Umar yang pertama kali menulis: Dari Khalifah Abu
Bakar. Lantas siapa yang pertama kali menulis: Dari Amirul
Mukminin? Lalu ia berkata:
Telah berkata kepadaku asy-Syifa’—ia termasuk kelompok
wanita yang pertama berhijrah—bahwa Umar bin al-
Khaththab ra. pernah menulis surat kepada Amil (penguasa
setingkat bupati) Irak; Umar meminta Amil Irak untuk
mengutus kepadanya dua orang yang pandai yang akan ia
tanyai tentang masalah Irak dan para penduduknya. Amil Irak
lalu mengutus Lubaid bin Rabi‘ah dan Adi bin Hatim. Ketika
keduanya tiba di Madinah, mereka menambatkan hewan
tunggangannya di halaman Masjid Nabawi, lalu keduanya
masuk ke dalam Masjid. Ketika bertemu dengan Amr bin al-
‘Ash, keduanya berkata, “Wahai Amr bin al-‘Ash, mintakanlah
izin untuk kami kepada Amirul Mukminin.” Amr berkata,
“Kalian berdua sungguh telah menyebutkan namanya dengan
benar, ia adalah seorang amir, dan kami adalah kaum
Mukmin.” Lalu Amr masuk untuk menemui Umar bin al-
Khaththab seraya berkata, “Semoga keselamatan tercurah
kepadamu, wahai Amirul Mukminin.” Umar berkata, “Apa
yang menyebabkan kamu menyebutkan sebutan itu, wahai
putra al-‘Ash? Tuhanku mengetahui apa yang kami katakan.”
Amr berkata, “Lubaid bin Rabi‘ah dan Adi bin Hatim datang.
Keduanya menambatkan untanya di halaman masjid. Lalu
mereka masuk menemuiku dan berkata, ‘Wahai Amr,
mintakan izin untuk kami kepada Amirul Mukminin.’ Demi
Allah, mereka berdua telah benar menyebut nama Anda. Kami
adalah kaum Mukmin dan Anda adalah amir kami.”
Ibn Syihab berkata, “Lalu terjadilah penulisan gelar
tersebut sejak saat itu. Asy-Syifa’ adalah nenek Abu Bakar bin
Sulaiman.”

Kemudian sebutan Amirul Mukminin itu digunakan untuk
menyebut para khalifah setelah Umar bin al-Khaththab pada
masa Sahabat dan seterusnya.
(Bab KHALIFAH kitab: Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah)

0 komentar:

Posting Komentar