Batas waktu yang diberikan kepada kaum Muslim untuk
mengangkat khalifah adalah tiga hari dengan tiga malamnya.
Seorang Muslim tidak boleh melewati tiga malam sedangkan di
pundaknya tidak terdapat baiat kepada Khalifah. Adapun
penetapan batas waktu tertinggi tiga hari karena mengangkat
Khalifah adalah wajib sejak Khalifah sebelumnya meninggal dunia
atau dipecat. Hanya saja, kaum Muslim boleh menunda
pengangkatan itu selama tiga hari dengan tiga malamnya sambil
tetap berusaha mewujudkannya. Jika setelah lebih dari tiga
malam kaum Muslim belum juga berhasil mengangkat khalifah,
maka harus diperhatikan. Jika kaum Muslim tetap sibuk berusaha
mengangkat seorang khalifah, namun ternyata mereka belum
mampu mewujudkannya selama tiga malam disebabkan oleh
hal-hal yang memaksa, yang berada di luar kemampuan mereka,
maka dosa telah gugur dari diri mereka. Sebab, mereka telah
sibuk berusaha melaksanakan kewajiban tersebut dan karena
keterpaksaan yang memaksa penundaan itu. Ibn Hibban dan
Ibn Majah telah menuturkan riwayat dari Ibn Abbas yang
mengatakan, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah telah mengabaikan (mengampuni dosa) dari umatku kesalahan (yang tidak disengaja), kelupaan, dan keterpaksaan. (HR Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Kamis, 18 Agustus 2011
Pemecatan Khalifah
Jika Khalifah kehilangan satu dari tujuh syarat in‘iqâd maka
secara syar‘i ia tidak boleh terus menduduki jabatan kekhilafahan.
Pada kondisi ini ia harus dipecat. Pihak yang memiliki wewenang untuk menetapkan
pemecatannya hanya Mahkamah Mazhâlim. Mahkamah
Mazhâlim-lah yang berwenang memecat Khalifah jika ia telah
kehilangan suatu syarat di antara syarat-syarat in‘iqâd ataukah
tidak. Sebab, terjadinya suatu perkara yang termasuk perkara
yang menjadikan Khalifah dipecat dan yang mengharuskan
pemecatannya merupakan mazhlimah (kezaliman) di antara
berbagai kezaliman yang harus dihilangkan. Perkara tersebut
merupakan perkara yang memerlukan penetapan, yang tentu
harus ditetapkan di hadapan qâdhî. Mahkamah Mazhâlim adalah
pihak yang berhak memutuskan penghilangan mazhâlim
(kezaliman) dan Qâdhî Mazhâlim-lah yang memiliki wewenang
untuk menetapkan terjadinya mazhlimah (kezaliman) serta
memberikan keputusan terhadapnya. Karena itu, Mahkamah
Mazhâlim adalah pihak yang berhak menetapkan apakah
Khalifah telah kehilangan salah satu di antara syarat-syarat in‘iqâd
atau tidak. Mahkamah Mazhâlim pula yang berhak menetapkan
pemecatan Khalifah.
secara syar‘i ia tidak boleh terus menduduki jabatan kekhilafahan.
Pada kondisi ini ia harus dipecat. Pihak yang memiliki wewenang untuk menetapkan
pemecatannya hanya Mahkamah Mazhâlim. Mahkamah
Mazhâlim-lah yang berwenang memecat Khalifah jika ia telah
kehilangan suatu syarat di antara syarat-syarat in‘iqâd ataukah
tidak. Sebab, terjadinya suatu perkara yang termasuk perkara
yang menjadikan Khalifah dipecat dan yang mengharuskan
pemecatannya merupakan mazhlimah (kezaliman) di antara
berbagai kezaliman yang harus dihilangkan. Perkara tersebut
merupakan perkara yang memerlukan penetapan, yang tentu
harus ditetapkan di hadapan qâdhî. Mahkamah Mazhâlim adalah
pihak yang berhak memutuskan penghilangan mazhâlim
(kezaliman) dan Qâdhî Mazhâlim-lah yang memiliki wewenang
untuk menetapkan terjadinya mazhlimah (kezaliman) serta
memberikan keputusan terhadapnya. Karena itu, Mahkamah
Mazhâlim adalah pihak yang berhak menetapkan apakah
Khalifah telah kehilangan salah satu di antara syarat-syarat in‘iqâd
atau tidak. Mahkamah Mazhâlim pula yang berhak menetapkan
pemecatan Khalifah.
Langganan:
Postingan (Atom)